Cerpen Inspiratif "Tasbih Cinta untuk Kakak"

Hay kawan..... cerpen inspiratif karya anak bangsa!!!




TASBIH CINTA UNTUK KAKAK
Oleh : Thufi'ul Lailatul M.
Brakk ......!!!
Suara pintu yang dibanting Dio.  Seperti biasa, Dio pulang dalam keadaan mabuk. Setiap hari, Dio hanya merusak hidupnya. Mabuk-mabukan, judi, main perempuan. Ia tak tahu arah tujuan hidupnya. Ia hancur. Tersiksa. Bingung. Sedih. Muak. Ia benci dengan kehidupan di dunia ini. Ia merasa tidak ada sesuatu yang mampu memahami kalbunya. Tidak orang lain. Tidak juga Tuhannya.
Dio sangat membenci dengan istilah Tuhan. Ia tidak mau berurusan dengan Tuhan. Mendengar istilah itu saja ia sudah tidak mau. Baginya Tuhan sudah tidak ada lagi. Meski dulu ia sangat ingin menjadi hamba-Nya yang selalu tunduk dan taqwa kepada-Nya. Semua ini berawal saat Dio nyantri di sebuah Pesantren Salafi di Jawa Timur. Ia nyantri hanya bertahan tiga bulan. Ia harus rela dikeluarkan dari pondok dengan tidak hormat karena kesalahan yang tidak ia perbuat.
Suatu pagi, sepulang dari pasar untuk berbelanja sayur yang akan dimasak, Dio harus dikejutkan dengan kegaduhan yang ada di pondok. Ia dituduh mencuri Handphone milik seorang santri. Saat itu juga ia dihakimi masa dan digundul. Kemudian ia diarak oleh para santri mengitari seluruh pojok pondok hingga tiba di depan dalem. Setibanya di depan dalem ia didudukan di kursi pesakitan. Dimana semua santri yang duduk disitu adalah santri yang bermasalah. Kyai yang sudah mendengar masalah tersebut hanya menggeleng dan mengangguk. Dengan sendirinya seluruh santri meninggalkan dalem kecuali beberapa keamanan pondok. Dio tidak mau mengakui tuduhan sebagai pencuri meski bukti mengarah kepadanya. Dio meminta Atang untuk menjadi saksi bahwa ia selalu bersamanya. Ketika Atang dihadirkan, bukan perkara yang sebenarnya yang diungkap Atang melainkan ia menuduh Dio kalau masuk ke kamar santri yang kehilangan Handphone tadi. Hati Dio perih. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya ia dikeluarkan dari pondok dengan predikat pencuri.
Sepulang dari pondok, Dio harus dihadapkan dengan masalah baru. Keluarganya marah besar. Terutama Ayah. Dengan kepulangan Dio yang mendadak, Ayah Dio menelfon pihak pondok. Ayah yang tidak tahu apa-apa, menerima mentah-mentah informasi dari pihak pondok. Ia marah besar pada Dio. Hingga emosinya tak terkendali dan mengalami serangan jantung. Ambulance datang. Ibu Dio turut menemani sang suami di dalam Ambulance. Dalam perjalanan ke rumah sakit mobil yang mereka tumpangi kecelakaan. Semua penumpang tewas. Tak terkecuali kedua orang tua Dio. Dio terpukul. Frustasi. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Sakit hati, kebencian, dendam, amarah, penyesalan campur jadi satu. Ia melampiaskan semua kekesalannya pada Dzat Pemberi Kehidupan. Ia melanggar semua larangan Tuhan. Ia tak mau lagi melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia terang-terangan menantang penguasa langit, yang ia anggap telah membunuh kedua orang tuanya. Orang yang sangat ia kasihi.
Kegaduhan akibat suara pintu yang dibantingan membuat Aira bangun terperanjat.
“Kakak... kenapa baru pulang??”
“Loe nggak lihat gue mabuk kaya gini. Hahc!!”
“Iya... kenapa kakak kaya gini? Kenapa kakak berubah drastis kaya gini? Dimana predikat santri kakak?! Dimana hasil pengajaran kakak dari pesantren?”
“Tahu apa kamu soal pesantren? Mereka tidak mengajarkan apapun selain sakit hati, penghianatan dan ketidak adilan. Kalau loe nggak tahu apa-apa jangan sok tahu!!”
“Aku cuma nggak mau kakak mabuk-mabukkan kaya gini?! Udah kak... hentikan ulah kakak menyakiti kakak sendiri.....”
“ Nggak usah urusin gue. Pergi loe!!”
“Aku nggak akan ningglin kakak dengan keadaan kaya gini. Titik!”
“Brisik. Terserah loe!”
“Allah akan murka dengan sifat kakak ini?!”
“Berhenti loe sebut nama itu. Bagi Gue Dia udah nggak ada. Dia telah membunuh Ayah dan Ibu. Jadi jangan harap Gue bakal bertekuk lutut untuk menyembah Dia lagi.”
“Istighfar kak..................”
Dio memilih pergi meninggalkan Aira. Ia tak mau bila tangannya harus menganyun ke pipi adik yang sangat ia cintai itu. Meskipun mereka selalu berseteru, namun alasan Dio tetap hidup adalah adiknya itu. Aira.
Di ruang tamu Airahanya mampu menangis. Mungkin hanya peluh yang bisa sedikit mengurangi sakit hatinya. Ia marah pada dirinya sendiri. Ia merasa tak mampu menjadi adik yang baik. Ia tak mampu merubah perangai kakaknya. Dio. Tetes demi tetes mengalir semakin deras menghujani pipi Aira, bayangan masa lalu kini berkelebat dihadapannya. Bayangan Dio menggendong Aira di saat kakinya keseleo, berpindah kepada bayangan Dio yang dimarahi Ibu karena membela Aira, berpindah lagi pada keberangkatan Dio ke pondok pesantren. Hati Aira perih. Ia tak mampu lagi mengenang masa lalunya. Cukup. Ia bertekad untuk mengubah kakaknya.
Hari berganti hari, namun pada kenyataannya hidup mereka tak ada perubahan. Masih sama. Hambar. Aira masih kerap kali menangis. Dio masih saja berjudi dan mabuk-mabukan. Tak lagi ingat Tuhan. Semakin hari, hati Dio tak mampu dijamah sang adik. Jika diingatkan, tangannya pun sudah mulai melukai. Namun kasih sayang dan do’a Aira pada Dio memang tak akan pernah putus.
***
Tanggal 20 Agustus 2011
Ayam yang berkokok di pagi buta itu membangunkan Aira untuk melaksanankan Qiyamul Lail seperti biasa. Aira pun segera berwudlu dan melaksanakan sholat yang paling ia sukai itu. Selepas sholat Aira tak lupa menyematkan do’a untuk sang kakak. Ia memohon semoga suatu saat Dio, kakaknya, bisa berubah sesuai yang ia harapkan. Karena kecapean Aira ketiduran di tempatnya sholat hingga shubuh.
Adzan berkumandang. Aira bangun. Ia melafalkan do’a bangun tidur. Seperti baru tersadar ia segera berwudlu dan sholat shubuh. Aira menengok kamar Dio. Kosong. Dio tidak ada. Tak biasanya kakaknya tidak pulang seperti ini. Aira khawatir, namun ia berusaha positive thinkinge. Hari ini Aira berencana akan membelikan hadiah untuk Dio dan jika isya’ Dio belum pulang,  ia akan mencarinya.
Siang harinya, Aira membelikan hadiah tasbih untuk Dio. Bagi Aira, tasbih adalah simbol dari kehidupan kita. Selalu diputar atas nama Allah. Ia berharap dengan tasbih itu kakaknya bisa selalu ingat Allah disetiap kegiatannya. Selepas membeli hadiah, Aira bergegas pulang. Namun tiada disangka ia melihat seorang pemuda  dari belakang sangat mirip dengan Dio. Aira meyakini kalau itu memang Dio, sehingga Aira tak menghiraukan apapun di sekitarnya.
“Kak Dio.................!! Berhenti kak.......”
Yang dipanggil tak menoleh. Aira segera berlari mengejarnya. Tak dihiraukannya kendaraan yang berlalu lalang. Hingga. Brakk.........!! kecelakaan tak terhindarkan. Aira tertabrak. Wajahnya berlumuran darah. Jilbab yang tadinya putih bersih kini berlumuran darah. Kecelakaan itu menyedot perhatian warga. Warga pun segera berkerumun untuk menolongnya. Tak terkecuali pemuda yang dipanggil Aira. Pemuda yang tadinya setengah mabuk itu langsung tersadar tatkala mengetahui korban kecelakaan itu. Pemuda itu segera mendekati Aira dan tampak mulai mengeluarkan air mata.
“Dik..... bangun dik.... ini kak Dio datang.” Kata si Pemuda. Yang memang benar Dio adanya. Aira membuka mata. “Kak Dio...”
“Ia dik, ini kakak. Sabar ya dik, sebentar lagi kita ke rumah sakit.”
“Enggak perlu kak........ aku udah bahagia kok. Waktuku udah dekat.”
“Kamu masih akan tetap hidup kok dik..” ,sergah Dio.
“Ssstt................!! setiap manusia pasti akan mati kak. Maka dari itu Aira mohon kakak berubah ya?!”, pinta Aira. Dio hanya mampu mengangguk.
“Kak, Aira juga mohon jangan tangisi kepergian Aira. Ada kejutan buat kakak di tasku itu, aku harap kakak menggunakannnya dengan sebaik mungkin. Aira cuma mau ucapin selamat ulang tahun ya kak..... Asyhaduallaailaahaillallah wa asyhaduannamuhammadarrosulullah.”
Tangis Dio semakin deras. Aira lemas. Nafasnya telah hilang. Aira meninggal tepat pada ulang tahun Dio.
***
Jenazah Aira telah di kebumikan. Seminggu selepas penguburan jenazah Aira, Dio kembali teringat dengan pesan Aira untuk mengambil sesuatu di dalam tasnya. Saat itu juga Dio mencariya. Dalam tas tersebut, Dio menemukan sebuah Al-Qu’an dan kotak kecil berwarna biru. Ia pun membuka kotak tersebut. Ia menemukan tasbih dan sebuah surat. Dalam surat tersebut berisi curahan hati Aira agar Dio berubah serta permohonan Aira untuk menggunakan tasbih itu untuk selalu berdzikir kepada-Nya.
Malam harinya, Diomerasa kesendirian di ruangan yang sangat gelap. Ia diikat dan disiksa. Ia cambuki oleh orang tinggi besar berjubah hitam. Ia meronta. Ia berteriak minta tolong. Semakin ia berteriak, semakin keras pula cambukan yang di berikan jubah hitam. Hingga datanglah tiga cahaya menghampiri Dio. Sesaat kemudian tiga cahaya itu berubah menjadi Aira, Ayah dan Ibu. Mereka tersenyum melihat ke arah Dio. Dio meminta tolong agar melepaskan dirinya. Tiba-tiba terdengarlah suara Ayah, “Nak, bukan hendak kami tak membantumu, kamu sudah besar. Hanya kamu sendirilah yang mampu menyelamatkan dirimu. Cambukan dari orang hitam itu adalah cerminan dirimu saat ini”. Tiga cahaya itu pun pergi. Cambukan itu semakin bertubi-tubi. Dio terjaga. Keringat membasahi sekujur tubuhnya.Tetesan air mata pun mulai mengalir deras. Seakan  ia benar-benar cambukan itu merupakan teguran dari Allah.Mimpi itu terlalu nyata. Ia semakin merasa bersalah. Ia terus menangis  sampai terdengar  tadarus Al-Qur’an dari masjid lingkungannya.
Jam menunjukkan pukul 03.15. Dio memutuskan untuk melaksanakan sholat isya’ dan Qiyamul Lail. Ini lah kali pertama Dio sholat setelah kepergian Ayah dan Ibunya. Dio melaksanakan sholat ini dengan khusu’. Dihadapan Sang Ilahi, Dio kembali menangis dengan sebenar-benarnya. Ia menyesali segala perbuatan yang ia lakukan selama ini. Selepas sholat Dio terus bedzikir hingga ketiduran di tempat sholat.
***
Adzan dzuhur telah berkumandang. Dio pergi ke masjid di sekitar rumahnya. Awalnya ia merasa malu untuk memasuki rumah Allah itu namun kekuatan hatinya untuk berubah menuntunnya untuk maju memasuki masjid. Sekarang ia benar-benar menikmati kedekatanya dengan Allah. Selepas dari masjid, ia tak sengaja bertemu dengan warga yang tengah bergerombol. Ia pun mengucapkan salam.  Namun malang, bukan jawaban salam atau pun pujian yang ia dapat, tapi caci maki gunjingan dan penghinaan yang ia dapat. Dio hanya mampu menunduk. Ia tahu bahwa itu memang akibat ulahnya selama ini.
Hari demi hari Dio semakin memperdalam agamanya. Selain itu Dio juga mulai merintis menjadi penguaha bakso. Meski tergolong  barub erkembang, pelanggannya sudah kategori banyak. Hingga datanglah isu bahwa baksonya mengandung formalin dan daging tikus. Hal ini menyebabkan pelanggannya pergi. Ujian ternyata masih menghantui Dio, ruko yang di tempati Dio untuk berjualan mengalami kebakaran. Sedang ia sekarang sudah tak punya apa-apa.
Imannya yang masih lemah kini mulai goyah kembali. Sudah berpuluh-puluh tempat kerja yang ia datangi namun tak satu pun yang menerimanya. Hingga suatu ketika Dio tak sengaja berpapasan dengan Atang. Orang yang membuatnya sengsara. Seketika itu juga Dio kalap. Pukulan langsung telak mengenaipipiAtang. MulutAtangberdarah. Atang yang tadinya tak merasa bersalah langsung meninju Dio. Dio menghindar. Hingga keduanya sama terdiam menyelami perasaan masing-masing. Atang tertawa keras, kemudian berkata “Ternyata kau bocah ingusan!! Mau apa? Balas dendam? Aku dengar Ayahmu mati karena kasus pencurian itu ya?! Kasian …… hahaha”
“Kau memang seperti binatang, At!! Allah akan melaknatmu!” sergahDio.
“Tahu apa kamu tentang Allah? Kamu saja masih banyak dosa. Orang yang menyebabkan keluarganya meninggal seperti kamu ini tak akan diampuni dosanya. Percuma kamu sholat dan lainnya.”
Dioterdiam. Tak satu kata pun meluncur dari bibir Dio. Atang seakan menang. Ia pergi meninggalkan Dio dengan tawa dan meluncurkan satu pukulan ke perut Dio. Dio putus asa. Ia seperti kehilangan nyali. Hatinya sembilu mendengar ucapan Atang. Ia capek dengan kehidupannya saat ini.
Dio lari dari tempat itu. Dio berusaha lari menjauh dari kenyataan. Hingga ia sampai di sebuah jembatan yang sepi. Setan pun datang. Pikirannya kalut. Terbersit niat bunuh  diri  pada diri Dio. Kakinya pun sudah diambang jembatan. Tiba-tiba muncul kenangan bersamaAira. Air matanya menetes. Ia lemas, sehingga hamper terpeleset. Untung ada bapak tua yang menolongnya. “Nak……  Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah sangat melaknat orang yang membunuh dirinya sendiri” ucap Pak Tua.
Dio menangis dalam pelukan Pak Tua. Kemudian, Pak Tua membimbing Dio untuk ikut bersamanya ke rumah Pak Tua. Setelah Dio tenang, Pak Tua yang bernama Pak Ilham itu meminta Dio untuk menceritakan semuanya, sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri seperti tadi. Dio pun menceritakan semuanya mulai dari fitnah yang ia terima di pondok, Ayah dan  Ibunya meninggal, kenakalannya selama ini, Aira meninggal hingga ucapan Atang yang mengatakan bahwa akibat masa lalunya itu tobatnya tak diterima. Pak Ilham tersenyum, kemudian berkata “Nak… masa lalumu sangat pelik. Aku tahu sebenarnya kamu anak baik. Ketahuilah Allah itu Maha Pengampun. Allah akan  menghapus semua dosa sesesorang yang bener-benar taubatan nasuha kecuali dosa syirik atau musyrik. Ucapan temanmu tadi adalah godaan dari setan untuk melemahkan imanmu. Tetaplah beriman dan menjalankan perintahnya. Dan perlu kamu tahu lagi bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan dan ujian melebihi kemampuan kita dan cobaan dan ujian itu sebagai perwujudan kasih sayang Allah kepada hambanya. “Terima kasih pak….. kalau boleh ijinkanlah saya untuk sementara waktu tinggal disini untuk menimba ilmu dari bapak. Karena saya masih terlalu awam untuk ilmu agama.”
“Tidaklah bapak pantas menolak orang untuk menuntut ilmu sepertimu. Tapi kamu harus tinggal di kamar samping mushola depan rumah itu, karena di rumah ini ada anak perempuanku.”
“Nggeh pak…………..”
Tak terasa sudah tiga bulan Diotinggal di rumah Pak Ilham kini Dio menjadi pribadi yang lebih baik, dari segi keimanan maupun kemapanan hati dan sosial. Melihat semua itu Pak Ilham meminangkan putrinya, SitiKhumaira’ untuk menjadi istri Dio. Dio pun menerima. Setelah mereka menikah Pak Ilham member sejumlah uang kepada Dio untuk dijadikan modal. Dio mengucapkan banyak terima kasih pada Pak Ilham. Dengan uang itu Dio menjual bakso seperti dulu. Semakin hari dagangannya semakin laris dan berkembang. Ia merasa sangat bersyukur kepada Allah karena ia mempunyai istri yang cantik dan baik seperti Khumaira’ dan telah mewujudkan  harapan adiknya, Aira.
Sesempat mungkin Dio dan Khumaira’ berziarah ke makam Aira dan orang tuanya untuk membesihkan makam dan mendoakan mereka sebagai perwujudan terimakasih. Dio pun selalu berdo’a agar adik dan kedua orang tuanya selalu bahagia di alam sana.

Komentar

Postingan Populer